Simak materi tersebut selengkapnya pada link berikut ini:
PENUAI YANG DISUCIKAN HATINYA
Ruang Remaja
"Dan janganlah kita jemu-jemu berbuat baik,
karena apabila sudah datang waktunya,
kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."
Galatia 6:9 TB
Kisah Ibu Teresa: Pelayan Kaum Miskin di Kalkuta
Agnes Gonxha Bojaxhiu lahir pada 1910 di Skopje, Makedonia, dari keluarga sederhana. Sejak remaja, ia memiliki hati yang rindu melayani Tuhan. Pada usia 18 tahun, ia bergabung dengan Ordo Suster Loreto dan berangkat ke India sebagai misionaris. Di sana, ia mengajar di sekolah Katolik untuk anak-anak perempuan.
Namun, suatu hari saat dalam perjalanan menuju retret rohani, Agnes melihat pemandangan yang mengubah hidupnya. Di pinggir jalan, ia melihat orang-orang sakit parah, kelaparan, dan sekarat tanpa ada yang menolong. Di hatinya, ia merasa Tuhan memanggilnya untuk meninggalkan kenyamanan sekolah dan tinggal bersama orang-orang miskin.
Agnes, yang kemudian dikenal sebagai Mother Teresa (Ibu Teresa), mulai melayani di daerah kumuh Kalkuta. Ia mendirikan Missionaries of Charity, sebuah kongregasi yang fokus merawat orang miskin, sakit, dan terlantar. Ia dan para suster bekerja di rumah-rumah sederhana, membersihkan luka, memberi makan, dan merawat mereka yang hampir meninggal—sering kali hanya untuk memberi mereka kesempatan meninggal dengan bermartabat.
Pelayanan ini tidak selalu mudah. Banyak orang menganggapnya gila karena meninggalkan kehidupan yang lebih aman. Ia sering kekurangan dana, menghadapi penyakit, dan terkadang mendapat kritik dari pihak yang tidak memahami metodenya. Namun, Ibu Teresa tetap teguh, percaya bahwa setiap manusia, betapa pun miskinnya, adalah ciptaan Tuhan yang layak dicintai.
Selama puluhan tahun, ia melayani tanpa henti. Pekerjaannya menarik perhatian dunia, tetapi Ibu Teresa tidak mencari pujian. Bahkan setelah menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 1979, ia tetap tinggal di biara kecilnya dan melanjutkan pelayanan di jalanan. Ketika wafat pada 1997, Missionaries of Charity telah berkembang menjadi ribuan biarawati dan relawan di lebih dari 130 negara.
Relevansi dengan Alkitab: Ketekunan dalam Berbuat Baik
Kisah Ibu Teresa adalah gambaran nyata dari Galatia 6:9—tidak jemu-jemu berbuat baik. Ia tidak mengukur keberhasilan dari banyaknya orang yang ia selamatkan secara fisik, tetapi dari kasih yang ia bagikan. Seperti Yesus yang melayani orang sakit, miskin, dan terpinggirkan, Ibu Teresa memberi waktu dan tenaganya untuk mereka yang dunia anggap tidak berharga.
Ketika kita lelah berbuat baik, ayat ini mengingatkan bahwa ada waktu menuai—baik di dunia maupun di kekekalan. Ibu Teresa tidak selalu melihat hasil langsung, tetapi benih kasih yang ia tanam bertumbuh menjadi gerakan global.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Bagi kita, melayani bisa dimulai dari hal kecil: membantu orang tua di rumah, mendukung teman yang sedang kesulitan, atau meluangkan waktu untuk mendengar keluh kesah seseorang. Ketekunan dalam hal sederhana bisa menjadi saluran kasih Tuhan yang luar biasa. (MA)
"Not all of us can do great things.
But we can do small things with great love."
Mother Teresa
Ruang Keluarga
Menolong Generasi Z Menghadapi Tekanan Hidup
Generasi Z (lahir sekitar 1997–2012) dikenal sebagai generasi yang kreatif, cepat beradaptasi, dan memiliki kepedulian sosial tinggi yang tumbuh dan dibesarkan dengan segala kemudahan di era digital. Namun, di balik semua itu, mereka juga menghadapi tekanan besar. Beberapa persoalan Generasi Z saat ini di antaranya:
1. Tekanan Media Sosial
Paparan terus-menerus terhadap konten yang dikemas sedemikian , berdampak pada munculnya perasaan inferior sehingga mulai membandingan diri dengan orang lain, mencari validasi dengan cara yang tidak tepat, atau bahkan menjadi korban cyberbullying. Muncul perilaku FOMO (fear of missing out) dan FOPO (fear of people opinion). Hal ini menimbulkan perasaan tidak cukup, rendah diri, dan kecemasan pada Generasi Z.
2. Ketidakpastian Masa Depan
Masalah ekonomi, pendidikan, dan karier menjadi sumber kecemasan tersendiri bagi generasi yang sedang bertransisi menuju dunia dewasa. Hal ini diperparah dengan perkembangan teknologi yang sedemikian pesat sehingga Generasi Z merasa perlu memacu diri untuk bersaing dengan teknologi.
3. Kurangnya Dukungan Nyata
Gen Z hidup dalam realitas yang sangat berbeda dengan generasi orang tuanya, hal ini menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi dan menciptakan gap antar generasi. Meskipun sangat terhubung secara digital, banyak Gen Z merasa kesepian karena faktanya interaksi online tidak menggantikan koneksi emosional tatap muka.
Permasalahan tersebut membuat generasi Z memiliki masalah kesehatan mental serius. Penelitian WHO tahun 2023 menyebutkan bahwa 1 dari 7 remaja di dunia mengalami gangguan mental, terutama kecemasan dan depresi.
Di Amerika Serikat, CDC (2021) menemukan lebih dari 40% remaja merasa cemas atau depresi serius setelah pandemi. Bahkan di Indonesia, Riskesdas (2018) melaporkan 6,1% remaja usia 15 tahun ke atas mengalami masalah mental emosional. Kelompok usia 15–24 tahun (yang termasuk Generasi Z) memiliki prevalensi depresi tertinggi di antara semua kelompok usia, yakni mencapai 2 %, dibandingkan angka rata-rata yang sekitar 1,4 %.
Keluarga Kristen memiliki potensi untuk menjadi tempat yang aman bagi Generasi Z mengalami pemulihan dan menuju kepada kesehatan mental yang baik. Seseorang dikatakan memiliki kesehatan mental yang baik apabila berada dalam kondisi dapat berkembang secara fisik, pikiran & perasaan, sosial dan spiritual sehingga individu tersebut menyadari kemampuan dirinya untuk dapat mengatasi tekanan dan dapat bekerja secara produktif sehingga mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU RI No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa).
Rasul Yohanes menekankan pentingnya kesehatan mental pada saat menulis surat kepada Gayus, yang sedang dalam pergumulan dalam pelayanannya. (3 Yohanes 1:2) Kesehatan mental tidak dapat dipisahkan dari kesanggupan seseorang dalam menjalani kehidupan keseharian dan menjadi berkat bagi orang lain dengan maksimal.
Di tengah kondisi serius ini, ada peluang bagi keluarga Kristen mengambil peran sebagai tempat yang aman dalam memberikan dukungan nyata bagi Generasi Z, dengan cara menghadirkan beberapa hal berikut:
1. Kasih Tanpa Syarat
Orang tua dipanggil untuk mencerminkan kasih Allah yang tidak bersyarat. Generasi Z perlu mengetahui bahwa mereka dikasihi bukan karena pencapaian menurut standar dunia, melainkan karena mereka berharga di mata Tuhan. Rencana Tuhan atas kehidupan mereka tidak dapat digagalkan dengan adanya krisis yang terjadi. Mereka adalah anak panah yang akan dilesatkan menuju rencana Tuhan. (Mazmur 127:4)
Dalam mencari panggilan Tuhan, Generasi Z dapat mengalami berbagai pergumulan. Orang tua yang menerima dan memberi ruang untuk remaja datang dengan kegagalan dan kerapuhannya akan membuat remaja menemukan makna baru di balik pergumulannya. Remaja akan belajar bahwa kegagalan adalah sarana pembelajaran agar dapat menjadi lebih baik.
“Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.”
1 Yohanes 4:18
2. Komunikasi Asertif
Komunikasi asertif adalah menyampaikan pikiran dan perasaan dan juga harapan secara jelas dan langsung, namun tetap menghargai dan mempertimbangkan hak dan perasaan orang lain.
Generasi Z adalah generasi yang kritis, mereka memerlukan tempat untuk menumpahkan pemikiran, perasaan dan harapan tanpa takut dihakimi dan dinasehati. Orang tua yang bersedia hadir dan mendengarkan akan menjadi tempat yang aman bagi Generasi Z mempercayakan ceritanya.
Hubungan yang terbentuk melalui komunikasi asertif akan membuat Generasi Z semakin terbuka , yang menjadi awal dari pengenalan akan diri sendiri. Orang tua yang memberikan diri untuk hadir sepenuhnya akan membuka kesempatan bagi remaja melibatkannya dalam diskusi dan dimintai pendapatnya
“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar , tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.”
Yakobus 1:19
3. Keteladan Iman
Generasi Z belajar dari orang tuanya bagaimana menyelesaikan konflik termasuk bagaimana mengandalkan Tuhan dalam segala keadaan. Keteladanan adalah mengenai bagaimana melibatkan anak remaja dalam kehidupan sehari-hari orang tua. Hal-hal yang dipelajari akan turut membentuk karakter dan meninggalkan jejak yang kuat bagi Generasi Z.
“Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan Tuhan, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati.
Mazmur 112:1-2
Tantangan kesehatan mental Generasi Z adalah nyata dan serius. Namun, pada saat keluarga Kristen menjadi tempat aman yang memberi kasih, kehadiran, dan kekuatan. Maka Generasi Z akan dapat bertahan dan bertumbuh semakin kuat dalam iman dan kesehatan mentalnya. (LA)
"Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau
dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."
Ibrani 13:5 TB
Ruang Kesaksian
"Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan yang tak terduga,
serta keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya."
Ayub 5:9
Shalom.
Nama saya Metha, saya seorang ibu dari 2 anak. Saya melayani sebagai guru sekolah minggu di GBI Sudirman. Dalam kesempatan ini, ijinkanlah saya untuk dapat membagikan kesaksian tentang kebaikan Tuhan yang luar biasa yang Tuhan lakukan dalam hidup saya. Semoga dapat menjadi berkat bagi Saudara semua.
Tahun 2016 saya menikah dan sebulan kemudian saya hamil. Namun janin saya tidak berkembang, dokter mengatakan bahwa saya mengalami kehamilan yang tidak normal yaitu hamil anggur (mola hidatidosa).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terbentuk akibat kegagalan pembentukan atau lebih dikenal dengan istilah hamil anggur. Dimana janin yang terbentuk dalam kehamilan tak langsung berwujud seperti manusia, melainkan berawal dari sebuah gelembung ovum (sel telur) yang kemudian membelah kelipatan dua. Begitu seterusnya hingga nampak sebagai sekumpulan buah anggur.
Hamil anggur dapat membahayakan nyawa, oleh sebab itu dokter menyarankan saya di kuretase. Akhirnya kuterase pun segera dilakukan. Setiap bulannya saya harus cek darah untuk melihat nilai kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah sampai batas normal hingga dinyatakan bersih/ sembuh.
Namun, pada bulan ke-3 ternyata hasil hCG meningkat dan saya dirujuk ke dokter onkologi untuk menjalani terapi suntik yang diberikan selama 5 hari berturut-turut untuk menekan hCG, agar tidak bertambah parah. Obat tersebut termasuk obat keras yang menyebabkan kondisi kesehatan saya menjadi menurun (imun tubuh saya pun menurun).
Saya merasakan pusing, sulit menelan makanan serta tubuh yang terasa gatal dan bengkak yang terasa perih. Dalam keadaan ini saya berdoa kepada Tuhan agar memampukan saya untuk dapat bertahan dalam menjalani proses penyembuhan. Puji Tuhan, hasil hCG saya pun menurun drastis sehingga saya hanya harus menjalani 1 tahap lagi.
Artinya saya harus menjalani terapi selama 5 hari lagi. Setelah itu, saya harus periksa darah dan kadar hCG. Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar hCG tidak menurun secara significant. Akhirnya dokter mengambil solusi terakhir, yaitu kemoterapi.
Mendengar hal itu hati saya sedih, saya seperti menderita penyakit kanker yang harus menjalani kemoterapi. Saya berdoa, berseru kepada Tuhan, ”mengapa saya harus dikemo?”. Saya membayangkan keburukan tentang kemoterapi, bagaimana jika rambut saya sampai botak? Apakah saya sanggup menjalani semuanya ini? Saya berharap semua ini hanyalah mimpi dan dapat segera berakhir.
Saya harus rutin menelan obat, padahal selama ini saya sudah menjalani pola hidup sehat dan merasa hidup saya sudah baik-baik saja. Sebagai manusia, saya tidak terima, saya sedih, kecewa dan protes kepada Tuhan. Mengapa saya harus mengalaminya.
Saya terus mencari penjelasan dari beberapa dokter mengenai penyakit ini dan akhirnya saya mendapatkan pemahaman dari seorang dokter di salah satu RS di Jakarta, yang menguatkan saya, bahwa semuanya ini akan baik-baik saja. Saya menyerahkan kondisi saya kepada Tuhan di dalam doa dan percaya sepenuhnya kepada Tuhanl, bahwa Tuhan yang berdaulat atas hidup saya.
Dokter menyarankan agar saya menggunakan BPJS sehingga tidak perlu khawatir untuk biaya pengobatan. Akhirnya saya mulai melakukan semua tahapan proses pengobatan. Dimulai rujukan dari Puskesmas dengan mengumpulkan data medis dan mengantri dengan ratusan pasien BPJS di rumah sakit; demi mendapatkan pengobatan dan kamar inap untuk menjalani kemoterapi selama 5 hari.
Saya menjalani pengobatan sendiri karena tidak mau merepotkan keluarga, karena saya masih kuat untuk berjalan sendiri. Kemoterapi selama 4 malam dan kembali lagi dihari kelima untuk obat yang terakhir.
Di situlah saya merenungkan Mazmur 23, bahwa Tuhanlah gembala yang baik. Saya percaya bahwa sejauh ini Roh Kudus terus menguatkan saya untuk dapat kuat. Saya pegang janji Tuhan bahwa Dia pasti menyertai saya diperjalanan yang tidak mudah ini. Bahkan saya harus kuat saat melihat pasien-pasien lain di kamar kemoterapi yang sudah bertahun-tahun kemo tapi belum kunjung sembuh dan akhirnya meninggal.
Saya berdoa, menyerahkan seluruh hidup saya kepada Tuhan, pasti Tuhan akan menyertai dalam proses pengobatan ini dan memberikan kesembuhan. Tangan Tuhan juga menyertai lewat kehadiran beberapa hamba Tuhan yang datang mengunjungi untuk mendoakan saya, Juga dukungan doa teman-teman seiman dari GBI Sudirman.
Proses kemoterapi sangat tidak nyaman, tetapi saya teringat pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, dimana Tuhan bahkan pernah merasakan penderitaan yang jauh lebih besar dari yang saya alami ini. Saya harus jadi anak Tuhan yang tidak cengeng dan tidak hanya mau menerima hidup yang nyaman saja. Bahwa berkat yang sesungguhnya adalah kekuatan, sukacita dan pengharapan di tengah kehidupan yang sedang tidak baik-baik saja.
Selesai tahap 1 kemoterapi, 2 minggu kemudian saya harus ambil darah dan melihat hasil hCG saya menurun. Puji Tuhan, saya harus kuat, saya harus bisa menjalani semua tahapan pengobatan dengan baik.
Tidak henti-hentinya saya berdoa agar hCG saya dapat segera menurun drastis, trombosit dan leukosit normal sehingga saya dapat melanjutkan pengobatan ke tahap selanjutnya. Firman Tuhan dan lagu-lagu rohani menguatkan saya menjalani pengobatan ini. Ditahap yang ke-2 saya mendapati rambut saya mulai rontok dan saya memutuskan untuk mencukur rambut.
Saya mencari wig yang cocok untuk dipakai ke kantor dan gereja. Ternyata memiliki kepala yang plontos sering membuat saya kedinginan dan gatal-gatal karena sering kepanasan memakai wig yang terbuat dari bahan sintesis.
Selesai menjalani kemoterapi selama 5 hari saya tetap kembali bekerja seperti biasa. Saya sering merasa lelah, maag saya sering kambuh dan tulang belakang sangat nyeri, apalagi saat malam hari. Tidak jarang saya merintih kesakitan.
Namun saya percaya, sakit yang saya alami ini hanyalah sementara, Tuhan pasti menyembuhkan saya dari semua sakit ini. Saya teringat akan Firman Tuhan bahwa penyakit ini tidak lebih besar dari kuasa Tuhan. Saat ini Tuhan sedang memproses saya dan membawa saya ke level yang lebih tinggi. Tuhan mau saya dapat bertumbuh melalui semua proses ini.
Saya tidak boleh kalah dengan rasa sakit ini. Seperti Yusuf dan Ayub dimurnikan lewat proses yang sangat tidak enak tapi Tuhan siapkan berkat yang luar biasa dan hidup mereka menjadi kesaksian dan berkat bagi bangsanya.
Puji Tuhan, selama 4 bulan saya dapat melalui 6 tahap kemoterapi. Tuhan Yesus baik dan sangat baik, saya dinyatakan tidak perlu kemoterapi lagi karena semua hasil hCG sudah baik. Saya bersyukur Tuhan selalu menuntun perjalanan saya dan menguatkan saya sampai pengobatan selesai.
Dokter menyarankan saya tidak hamil dulu selama setahun, menjalani hidup sehat dengan memperhatikan pola makan dan berolahraga secara teratur.
Melewati satu tahun setelah kemoterapi saya kembali lagi ke dokter kandungan untuk konsultasi, apakah saya masih bisa punya anak, dengan menceritakan semua riwayat penyakit saya sebelumnya. Dokter mengatakan bahwa itu sangat mungkin, karena rahim saya tidak bermasalah. Lalu dokter memberikan vitamin untuk mendukung kesuburan.
Saya berdoa kepada Tuhan agar saya dapat diberikan seorang anak. Mungkin keberadaan saya sepertinya sangat sulit dan tidak mungkin untuk mendapatkan anak, tetapi saya percaya kepada Tuhan karena Tuhan melihat kerinduan hati saya.
Sebulan kemudian, tepat di hari ulang tahun saya ke 30 tahun 2019, Tuhan memberikan hadiah yang luar biasa. Saya pergi ke dokter untuk USG, betapa terharunya saya melihat di layar USG, dokter mengatakan saya hamil. Puji Tuhan. saya bersyukur Tuhan menjawab doa.
Setelah beberapa minggu awal kehamilan, saya hampir mengalami kecelakaan saat menuju ke kantor. Karena khawatir, saya dan suami sepakat memeriksakan kehamilan ke dokter kandungan.
Alangkah terkejutnya kami saat melihat ada 2 janin dilayar monitor saat USG. Dokter mengatakan ada 2 janin di rahim saya, yang artinya kami akan memiliki anak kembar. Betapa ajaibnya Tuhan Yesus, saya tidak pernah menduga untuk mendapatkan kado istimewa dari Tuhan. Tuhan sangat memberkati saya dengan anak kembar, sesuatu hal yang tidak pernah saya pikirkan dalam hidup. Puji Tuhan, putri kembar kami sekarang berusia 3 tahun, dan mereka bertumbuh dengan sehat dan lucu.
Saya hampir pernah menyerah dan putus asa untuk dapat hamil dan punya anak setelah kemoterapi. Rencana Tuhan sungguh ajaib, tidak pernah sanggup dipikirkan oleh jalan pikiran manusia. Saya merasakan perjalanan iman bersama Tuhan, Dia melihat kesungguhan kita saat meminta dan percaya kepada-Nya. Bahkan Tuhan sanggup memberikan lebih daripada apa yang kita minta.
Terima kasih Tuhan Yesus! Saat kita beriman, bersungguh-sungguh meminta, dan selalu bersyukur dalam segala keadaan. Dia melihat iman kita bahkan Dia memberikan kemurahan-Nya, memberkati kita dengan hal-hal yang tidak pernah kita lihat dengan mata, timbul dalam hati dan didengar telinga.
Penanggung Jawab :
Pdm. Robbyanto Tenggala
We use cookies to enhance your experience. By continuing to visit this site, you agree to our use of cookies.